MESTI URRA ATAU HORE?


Urra teriakan yang begitu populer beberapa hari belakangan yang diucappkan oleh Vladimir Putin. Setiap berpidato Vladimir Putin tidak lupa menyelipkan ucapan “Ura atau Urra”. Ternyata apa yang dilakukan Vladimir Putin menjadi Viral, ditiru orang diperbagai belahan dunia terutama di media sosial.

Ucapan ura seolah menjadi pelengkap. Tak ada Putin tanpa ura.
Teriakan yang dikeluarkan Putin untuk memberi semangat pasukannya yang akan bertempur di Ukraina, sekali Putin mengucapkan ura bergemuruh prajuritnya akan membalas Urra dengan suara gegap gempit. Teriakan ini adalah bentuk ucapan penyemangat buat para prajurit, yang biasa dipakai oleh Tentara Merah dulu pada zaman Uni Sovyet. Tidak aneh kenapa Putin begitu sering menggunakannya karena memang Vladimir Putin dulu adalah seorang agen KGB, dinas rahasia Uni Sovyet.


Sesungguhnya apakah artinya Ura? Urra atau Hurra itu? Ternyata artinya sama dengan ucapan hore dalam bahasa Indonesia. Hore adalah kata seru untuk menyatakan kegembiraan dan bisa juga sebagai penyemangat tidak berbeda dengan Ura. Kata ‘Ura’ sendiri diambil dari frase Mongolia ‘Hurray’ atau ‘Hore’, yang berarti ‘menyerang’ atau ‘bergerak’ dan umum digunakan pada Perang Dunia II. 


Tetapi prajurit TNI sangat jarang menggunakan kata ini sebagai penyemangat sepanjang yang saya amati, hore lebih sering diucapkan sebagai manifestasi kebahagian, kegembiraan sangat berbeda denga penerapan Ura dalam bahasa Rusia atau Hurray dalam bahasa Mongolia.


Di Indonesia ucapan Ura oleh Putin juga menjadi trending, diucapkan berbagai orang dimedia sosial, sebagai bentuk kegembiraan. Ada beberapa hal yang mungkin menyebabkan kita begitu bergembira saat ini;
Pertama, menurunnya kasus Covid  secara terus menerus dan konsisten. Dari sebelumnya diatas 60 ribu ribu kasus setiap harinya, kemaren sudah berkurang menjadi 30 ribu kasus dan terlihat kecenderungan penurunan.Tingkat kematian juga berkurang, angka kesembuhan meningkat, angka rawatan secara umum juga berkurang. Kegiatan masyarakat sudah kembali normal, sekolah, pasar dan mall mulai ramai lagi, kegiatan pariwisata bertumbuh, malahan ada rencana menghapuskan kewajiban karantina. InsyaAllah ekonomi akan kembali bangkit. Dengan usaha yang terus menerus dari berbagai elemen masyarakat cakupan imunisasi bergerak naik, kekebalan tubuh sudah mulai terbentuk karena pencapaian imunisasi kedua semakin tinggi.


Satu yang membuat semangat terbudur adalah SE Kepala Satgas Penangan Covid 19 yang membebaskan pemeriksaan PCR dan Swab Antigen untuk pelaku perjalanan yang yang sudah vaksin 2 Dosis, dikeluarkan kemaren tanggal 8 maret 2022. SE ini jelas menimbulkan kegembiraan pada masyarakat Indonesia, karena mereka tidak lagi harus bersusah payah dengan kewajiban test PCR dan Swab Antigen. Beberapa kawan malah saya lihat sudah mulai menyiapkan perjalanan setelah terkungkung sekian lama.


Membaca uraian diatas tentu kita akan bergembira, semangat akan timbul lagi untuk beraktifitas, sesuatu yang wajar. Tetapi ada sesuatu yang dikhawatirkan, kegembiraan yang berlebihan akan membuat kita terlena.Terlena bisa membuat kita lupa atau lengah dengan aturan aturan yang seharusnya tetap kita patuhi dalam masa Covid 19, karena mau disebut Pandemi, mau disebut Epidemi ataupun disebut Endemi nantinya prosedur perorangan untuk mencegah Covid 19 tetap sama seperti sebelumnya, tidak berkurang dengan Surat Edaran tersebut. Surat Edaran itu bukanlah surat yang dijadikan rujukan buat pelonggaran disiplin pribadi dalam pencegahan Covid 19. Satu hal yang penting yang harus diingat, sekali Covid 19 diputuskan endemi maka tanggung jawab pemerintah mulai dikurangi dalam prosedur pemberantasan Covid 19, sedangkan tanggung jawab yang lebih luas ditimpakan kepada setiap pribadi.


Sebagai praktisi kesehatan kepada masyarakat saya berharap, dengan pelonggaran ini masyarakat jangan terlena, harus semakin waspada, waspada bukan berarti takut. Waspada karena sewaktu diputuskan Endemi maka bisa dipastikan “Covidman dan Covidawati” akan bebas berada disekitar kita. Apa tindakan yang harus dilakukan? Tetap harus waspada dengan jaga jarak, memakai masker ditempat umum, terutama kalau dalam ruangan dan jangan tinggalkan kebiasaan cuci tangan serta mandi terlebih dahulu sampai dirumah setelah berpergian.

Paling penting, kalau anda belum imunisasi atau imunisasinya belum lengkap, sekarang waktunya, imunisasi atau lengkapi imunisasinya.

Harapan kepada pengambil kebijakan, dengan berakhirnya Covid 19 dengan Endemi nantinya janganlah fokus pencegahan terpapar Covid juga berkurang. Dukungan dana, pelatihan dan peralatan tetap dibutuhkan, dilakukan terus menerus untuk penyakit apa saja, bukan hanya Covid 19. Jangan sampai “kekacau balauan” kita diawal pandemi terjadi lagi untuk masa yang akan datang, sebab tak ada satupun yang bisa memastikan Pandemi tidak akan terjadi lagi.

Harapan kepada kawan kawan saya, praktisi kesehatan, kalau seandainya Covid 19 dinyatakan sebagai endemi nanti, janganlah kebiasaan kita diruang praktek yang selama ini sebelum Covid 19, “cayah”, terjadi lagi. Ingat bahwa Gawn/ Snelli, masker, kalau bisa sarung tangan adalah perlengkapan standar yang harus selalu kita gunakan.

Kembali kepada awal tulisan ini. Dengan SE ini dan kemungkinan pernyataan endemi Covid 19 nantinya kita akan bergembira atau waspada??
Jawabnya adalah, tetap waspada!!!

Jangan berteriak horeeeee, karena hore hanya akan membuat kita lengah, hore hanya akan menimbulkan euforia dan euforia tentunya tidak pas dalam kondisi ini.

Kita seharusnya tetap waspada dan dalam kondisi tertentu harus siap bergerak dan menyerang lagi , supaya kejadian wabah yang tidak terkontrol tidak terjadi lagi.
Mengingat itu, tidak ada ucapan penyemangat yang lebih tepat selain meniru ucapan Om Putin….URRA…URRA…URRA

Selamat pagi.
Ed Zuhdi Darma
Praktisi Kesehatan

𝟯𝗠 𝗕𝗨𝗞𝗔𝗡 𝗖𝗘𝗥𝗜𝗧𝗔 𝗣𝗔𝗡𝗗𝗘𝗠𝗜 𝗠𝘂𝗿𝗮𝗹, 𝗠𝘂𝗿𝗮𝗶 𝗱𝗮𝗻 𝗠𝘂𝗿𝘂𝘀


.

Mural adalah suatu bentuk seni lukisan dengan memanfaatkan media dinding untuk menyampaikan pesan pesan tertentu, sedikit berbeda dengan Grafiti, grafiti biasanya berupa tulisan atau kata kata. Tetapi sekarang cenderung disebut Mural saja, seni lukis digabung dengan kata kata.

Mural menjadi pesakitan beberapa waktu belakangan ini. Beberapa mural yang muncul beberapa hari kemudian menjadi hilang, ditimpa oleh cat, atau kata kata yang ditulis di Mural menjadi hilang.

Kenapa begitu ya?
Saya merasa sekarang ini seharusnya kita tidak perlu terlalu baperan, sehingga hal hal yang sebenarnya menjadi kritik sosial dipandang sebagai sesuatu yang menghina. Padahal kalau kita lihat semenjak dahulu justru memanfaatkan didinding sudah menjadi cara yang sangat efektif sekali menyampaikan pesan.

Hampir semua kita, dibuku buku sejarah dan di film dokumenter sejarah pernah melihat Mural mural perjuangan, gambar para pejuang Indonesia disertai kata kata Merdeka atau Mati!! Go to hell Nica!! dan berbagai pesan lainnya…aman aman saja. Begitu juga dibeberapa periode selanjutnya.

Beberapa waktu lalu saya melihat ada titik cerah, ketika DPR mengadakan lomba Stand Up comedy Kritik DPR. Sumpah!!! saya sangat senang melihat ini. Peserta berebut mengkritik DPR habis habisan, saya sebagai penikmat bukannya menjadi benci dengan DPR dengan kritik mereka ini, tetapi malah mengapresiasi DPR yang membuka diri untuk kritikan

Sehubungan dengan mural, sebenarnya saya juga berharap pemerintah bersikap seperti DPR. Apalagi momentumnya adalah pada bulan Agustus, bulan kemerdekaan. Seharusnya pemerintah membuka selebar lebarnya pintu kritik , berikan kemerdekaan, tapi kemerdekaan yang bertanggung jawab. Kalau perlu, pemerintah adakan lomba Mural kritik pemerintah, saya yakin pesertanya akan banyak, dan saya yakin justru apresiasi kepada pemerintah akan bertambah dengan langkah ini.

Kalau Mural dalam bentuk lukisan, maka ada lagi bentuk kritikan yang disampaikan dengan kata kata, yang disampaikan pada berbagai media, baik media mainstream maupun media sosial seperti WA, FB, Twetter. Cuma terkadang pihak tertentu melihatnya hanya sebagai nyinyiran, dan menganggap yang menyampaikann hanya sebagai pasukan sakit hati.

Kalau diibaratkan pencuit ini bisa diibaratkan seperti burung Murai, yang setiap hari berkicau. Kalau didengarkan dengan hati yang tenang, atau orang yang jiwanya tenang, maka kicauan burung ini mengandung nada nada indah, alami, natural. Tetapi buat orang orang yang telinganya sakit mungkin kicauan ini bisa seperti jarum yang menusuk nusuk gendang telinganya, sehingga Murai pun akan bisa menjadi pesakitan.

Salahkah menjadi pembuat Mural atau menjadi Murai yang sering berkicau.?

Tak ada yang salah, selagi Mural yang dibuat oleh pembuat Mural mentaati batas batas norma, etika, hukum tidak fitnah. Bagi mata yang menikmati Mural juga janganlah terlalu iritatif dengan pesan pesan yang dibawa, nikmati sebagai sebuah karya seni dan ajang kritik yang sehat.

Sedangkan buat Murai yang senang berkicau, maka berkicaulah dengan nada nada yang indah, jangan dengan nada nada yang fals ( ada nggak ya suara Murai yang Fals 😀 ). Dan ingat juga buat penikmat suara Murai, jangan terlena dengan suara indah murai, yang ternyata Murai aduan dalam sangkar, yang digadang gadang tuannya untuk mendapatkan Cuan dari suara merdunya.

Jadi…?

Buat yang menjadi sasaran Mural dan kicauan, berlapang dadalah, kritik mulai dari yang paling lembut sampai yang paling keras sangat dibutuhkan, sebab dunia tanpa kritikan hanya akan melahirkan tiran.

Buat pembuat Mural dan pencuit, atau penikmat Mural dan penikmat cuitan atau kicauan pintar pintarlah jangan asal gambar atau asal tulis dan jangan asal apresiasi sehingga menimbulkan masalah, kalau sudah timbul masalah bisa bisa anda Mencret atau Murus dibuatnya.

Ingat, niat baik untuk mengkritik jangan sampai malah berbuah kritik….be smart.

Jangan sampai
Karena Mural setitik rusak dinding seluruhnya.

Merdeka!!!

PERANG UHUD, SEBUAH REFLEKSI


Terjadi tahun 625 Masehi

Kaum Muslim dengan kekuatan 1000 Prajurit bergerak ke Bukit Uhud, diperjalanan Munafikun Abdullah Bin Ubay berbelot melawan perintah Rasulullah dengan membawa 300 Pasukannya membelot meninggalkan Rasulullah. Sehingga Pasukan Muslim tinggal 700 orang melawan 3000 pasukan Qurays.

Rasulullah menempatkan pasukan Islam di kaki bukit Uhud di bagian barat. Tentara Islam berada dalam formasi yang kompak dengan panjang front kurang lebih 1.000 yard.

Rasulullah menempatkan 50 pemanah di disebuah Bukit, dibawah pimpinan Abdullah bin Jubair dengan perintah yang sangat tegas dan jelas yaitu “Gunakan panahmu terhadap kavaleri musuh. Jauhkan kavaleri dari belakang kita. Selama kalian tetap di tempat, bagian belakang kita aman. jangan sekali-sekali kalian meninggalkan posisi ini. Jika kalian melihat kami menang, jangan bergabung; jika kalian melihat kami kalah, jangan datang untuk menolong kami.”

Pasukan Muslim hampir memenangkan pertarungan sehingga pasukan Qurays melarikan diri.

Pasukan yang berjaga di atas bukit lupa dengan pasan Rasulullah mereka turun ke lembah untuk mengambil hak pemenang perang.

Khalid bin Walid pemimpin pasukan Qurays melihat ini, dia memerintahkan pasukan Qurays yang tersisa untuk berbalik kembali dan menyerang pasukan Islam.

Mereka berbalik merebut Pos di Jabbal Uhud, dan berbalik pasukan Islam dapat mereka kalahkan. Hamzah paman nabi Sahid pada pertempuran ini, dan Rasullullah juga menderita luka yang sangat parah sekali.

Kalau kita merefleksikan kepada kondisi saat ini, maka Negara kita menghadapi Covid 19 adalah suatu pertempuran.

Singkirkan perasaan suka dan tidak suka kepada pemimpin, faktanya mereka adalah para panglima perang kita sekarang.

Dalam peperangan tidak boleh ada penghianatan. Jangan kita menjadi Abdullah bi Ubay yang malah bergabung dan memberikan kemudah2an Covid 19 berkembang biak dengan menyampaikan hal hal yang menunjukkan penghianatan…seperti anti vaksin, kampanye anti masker, kampanye Covid tidak ada atau ucapan apapun yang membuat kita lengah sebaliknya Covid 19 semakin merangsek maju.

Disiplin!!!
Disiplin dan patuh pada perintah pimpinan dalam perang adalah suatu keharusan. Seharusnya Pasukan di Jabbal Uhud mematuhi perintah Rasulullah untuk tidak turun ke lembah.

Begitu juga saat ini, disiplin dan patuh kepada arahan pimpinan seperti memakai Masker, menjaga jarak, tidak berkerumun dan protokol kesehatan lainnya dengan penuh kesadaran dan disiplin tinggi harus kita laksanakan, jangan terbawa perasaan karena godaan sesaat kita lupa dan bertindak indisipliner.

Virus adalah suatu makhluk yang mempunyai kemampuan sangat tinggi sekali buat beradaptasi dan bermutasi, jangan sampai ketidak disiplinan kita malah memberi keuntungan kepada mereka untuk mengalahkan kita, sehingga kita menjadi orang orang yang kalah, bahkan bangsa yang kalah dalam menghadapi Covid 19 ini.

Apa indikator kekalahan kita??
Indikator keberhasilan suatu Negara mengendalikan Covid 19 adalah..

POSSITIVE RATE
ANGKA KEMATIAN

Bila 2 hal itu tidak bisa kita kendalikan maka sebenarnya kita sedang menuju kepada kekalahan melawan Pandemi ini.

Marilah kita bersama sama bersatu padu, jangan kita menjadi Abdullah bin Ubay, dalm perang menghadapi Covid 19 ini. Caranya mudah dan simple…

DISIPLIN
PATUH
DAN
BERDOA

SEMOGA
Ed Zuhdi Darma