PENDAHULUAN
Pankreatitis kronis merupakan proses inflamasi pankreas yang progresif dan menyebabkan kerusakan parenkim pankreas yang irreversibel berupa fibrosis serta mengakibatkan disfungsi eksokrin dan endokrin.1,2
Ada tiga bentuk pankreatitis kronik yaitu : kalsifikasi kronik, obstruksi kronik dan inflamasi kronik. Penyalahgunaan alkohol dan atau malnutrisi merupakan penyebab utama tipe kalsifikasi. Obstruksi duktus pankreatikus mayor dengan fibrosis sekunder pada bagian proksimal dari obstruksi menyebabkan tipe obstruktif. Pankreatitis inflamatori kronik tidak memiliki ciri yang jelas dan banyak pasien dengan pankreatitis kronik tidak diketahui penyebabnya masuk ke dalam tipe ini.3
Insiden penyakit pankreatitis kronik di negara maju/ industri kira-kira 4-6 per 100.000 penduduk pertahun, dan makin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari rumah sakit di Amerika Serikat, sekitar 87.000 kasus pankreatitis terjadi setiap tahun, dengan tingkat Rawat Inap untuk orang kulit hitam adalah 3 kali lebih tinggi daripada kulit putih , dimana perbandingan laki-laki dan perempuan 6.7 : 3,2 per 100.000 penduduk dan rata-rata usia saat diagnosis adalah 46 tahun. Kejadian tahunan di Eropa Barat sekitar lima kasus baru per 100.000 penduduk. Rasio Laki-laki: wanita 7:1 dan usia rata-rata onset adalah antara 36 tahun dan 55 tahun. 1, 4,5
Di Asia insiden pankreatitis kronik diperkirakan 14,4 per 100.000 penduduk, dan hanya 18,8 % disebabkan oleh alkohol, dengan perbandingan laki–laki dan perempuan 1,9:1 dimana usia rata rata 33± 13 tahun.5
Pasien pankreatitis kronik biasanya ditandai nyeri perut, tetapi dapat juga tanpa menimbulkan rasa sakit. Gambaran klinis bervariasi. Intensitas nyeri bisa berkisar dari ringan sampai berat, bahkan pada pasien dengan sedikit kelaianan parenkim atau duktus pada pemeriksaan, perubahan morfologi kompleks dapat menimbulkan gejala minimal atau ekstensif.1,6
Diagnosis pasien pankreatitis kronik sangat sulit dilakukan, karena dari pemeriksaan klinis tidak ada gejala yang spesifik, terutama pada awal pankreatitis kronik. Diperlukan pemeriksaan labor dan penunjang serta pemeriksaan canggih untuk menegakkan diagnosis.4
Pankreatitis kronis predisposisi untuk terjadinya kanker pankreas dan diagnosis ini harus dipertimbangkan pada pasien dengan eksaserbasi nyeri atau berkembangnya ikterus obstruktif. Tujuan penatalaksaan adalah untuk menetapkan diagnosis dan untuk mengelola gejala dan komplikasi.1
Penulisan tinjauan kepustakaan ini bertujuan untuk dapat mendiagnosis pankreatitis kronis secara tepat dan melakukan penatalaksaan dengan tepat sehingga dapat mencegah komplikasi dan mortalitas dari pasien ini.
PANKREATITIS KRONIK
2.1. DEFINISI
Pankreatitis kronis merupakan proses inflamasi pankreas yang progresif dan menyebabkan kerusakan parenkim pankreas yang irreversibel berupa fibrosis serta mengakibatkan disfungsi eksokrin dan endokrin.1,2
2.2.ETIOLOGI
Penyebab dari pankreatitis kronis ini pertama tama dikategorikan atas tiga penyebab yaitu alkohol, idiopatik dan penyebab lain, tetapi dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, semenjak tahun 2001, etiopatogenesis dari pankreatitis kronis ini berdasarkan pada sistem klasifikasi TIGAR-O ( Tabel 1 ).
Tabel 1. TIGAR-O klasifikasi 7.
Toxic metabolic |
AlkoholTembakau
Hiperkalsemia
Gagal ginjal kronik
Racun |
Idiopatik |
Onset awalOnset lanjut
Tropis |
Genetik |
Pankreatitis herediter (cationictrypsinogen mutation)Mutasi CFTR , Mutasi SPINK-1
Defisiensi Alfa-1 antitripsin |
Autoimun |
Isolated Autoimmune CPSyndromic autoimmune CP (PSC, Sjogren associated,. |
Recurrent and severe AP |
Post nekrotikPankreatitis akut rekuren
Iskemik/ vaskuler |
Obstruktif |
Pankreas divisumTumor musinous intrapapilari
Adenokarsinoma duktal |
Kemudian berkembang lagi sistem klasifikasi M-ANNHEIM , dasar dari sistem ini bahwa kemungkinan pankreatitis kronis merupakan hasil interaksi banyak faktor resiko (M), konsumsi alkohol (A), konsumsi Nikotin (N), faktor herediter (H), faktor duktus pankreatik eferen(E), faktor imunologi ( I ), dan faktor metabolik (M) 8.
Alkohol bertanggung jawab atas 70-80% kasus pankreatitis kronis . Tidak ada ambang seragam untuk efek racun dari alkohol pada pankreas, namun jumlah dan durasi konsumsi alkohol berhubungan dengan perkembangan pankreatitis kronis. Beberapa bukti menunjukkan bahwa jenis atau pola konsumsi penting. Dikemukakan bahwa konsumsi 150-200 ml > 40% etanol setiap hari selama 10-15 tahun menyebabkan perkembangan pankreatitis kronis klinis dengan signifikan, tapi asumsi lain pasien memiliki penyakit yang dipicu oleh alkohol jika mereka mempunyai riwayat penggunaan alkohol berat. Bukti ini menunjukkan bahwa pankreas seseorang mungkin jauh lebih sensitif terhadap alkohol dari pada yang lain, dan bahwa faktor genetik yang tak dikenal mungkin bertanggung jawab untuk perbedaan ini.1
Penelitian Mullhaupt et al (2005), dari 343 pasien pankreatitis kronis , 265 pasien disebabkan karena alkohol, 57 pasien idiopatik dan 11 pasien herediter, dengan umur rata- rata 36 tahun.9
Maisonneuve P et al (2005) melaporkan bahwa dari 930 pasien pankreatitis kronis , mempunyai hubungan antara perokok dengan diagnosis pankreatitis kronis pada usia tua.Disamping alkohol, rokok juga merupakan faktor resiko untuk terjadinya pankreatitis kronis serta terdapatnya hubungan antara rokok dengan progresifitas pankreatitis kronis 10
Di India, prevalensi tertinggi pankreatitis kronis yang diamati (830 orang) adalah pankreatitis tropis, onset usia dini (usia rata-rata, 33±13 tahun ), kurangnya paparan alkohol, dan perkembangan kalsifikasi yang cepat, serta kegagalan kelenjar.Spekulasi tentang etiologi telah berpusat pada mutasi peptidase serin inhibitor, tipe gen 1 Kazal, SPINK1.5
2.3. PATOFISIOLOGI
Dalam beberapa dekade terakhir telah dimunculkan empat teori utama untuk menjelaskan patogenesis dari pankreatitis kronik yaitu : toxik- metabolik, stress oksidatif, obstruksi batu dan duktus, dan nekrosis-fibrosis. Setiap teori ini memberikan mekanisme yang menjelaskan sekuensi patogenik. Lebih jauh, perkembangan ilmu pengetahuan yang terakumulasi dalam beberapa tahun terakhir meliputi mekanisme seluler , genetik serta molekuler fibrosis pankreatitis, dan teori patogenik baru dikembangkan.6,11
- a. Teori Stres Oksidatif
Braganza dkk. mengajukan bahwa penyebab dari penyakit pankreas adalah overaktivitas enzim detoksifikasi di hati yang menghasilkan radikal bebas oksidan . Meskipun enzim-enzim ini membantu proses detoksifikasi substansi dalam darah, hasil sampingannya termasuk molekul reaktif yang menyebabkan kerusakan oksidatif. Pankreas terekspos oleh “stress oksidatif” melalui sirkulasi sistemik atau refluks empedu ke dalam duktus pankreatikus menyebabkan inflamasi dan kerusakan jaringan.1,11
Gambar 1. Hipotesis stress oksidatif. Hasil sampingan oksidasi yang terjadi dalam sel-sel hepatosit disekresikan ke dalam empedu. Empedu berefluks ke dalam duktus pankreatikus menyebabkan kerusakan oksidatif pada level sel asinar dan sel duktus. Paparan kronik terhadap stress oksidatif menyebabkan fibrosis.6
- b. Teori Toksik Metabolik
Bordalo dan kawan-kawan mengajukan teori bahwa alkohol secara langsung menjadi toksik bagi sel-sel asinar melalui perubahan pada metabolisme seluler. Alkohol memproduksi lipid sitoplasmik yang berakumulasi dalam sel-sel asinar, yang menyebabkan degenerasi lemak, nekrosis seluler, dan kemudian fibrosis yang meluas.6
- c. Teori Obstruksi batu dan duktus
Henri Sarles menegaskan dualitas pankreatitis akut dan kronik , keduanya merupakan penyakit yang terpisah dengan patogenesis yang berbeda. Pankreatitis akut disebabkan oleh aktivasi tripsin dan autodigesti parenkimal yang tidak teratur, pankreatitis kronik dimulai dalam lumen duktus pankreatikus. Alkohol memodulasi fungsi endokrin untuk meningkatkan litogenisitas cairan pankreas, menyebabkan bentuk plak protein dan batu. Kontak kronik batu dengan sel-sel epithelial duktus menyebabkan ulserasi dan perlukaan, menyebabkan obstruksi, stasis, dan pembentukan batu lebih lanjut. Pada akhirnya, atrofi dan fibrosis berkembang sebagai dampak dari proses obstruksi. 4,6
- d. Teori Nekrosis Fibrosis
Sebagai kebalikan dari teori batu, hipotesis nekrosis fibrosis membayangkan perkembangan fibrosis dari pankreatitis akut yang rekuren. Inflamasi dan nekrosis dari beberapa episode pankreatitis akut menyebabkan perlukaan pada daerah periduktal yang menyebabkan obstruksi duktus dan berkembang menjadi stasis dalam duktus dengan pembentukan batu sekunder. Obstruksi berat menyebabkan atrofi dan nekrosis6
Gambar 2. Teori nekrosis – fibrosis. (A) suatu episode pankreatitis akut menyebabkan infiltrate sel-sel inflamasi akut dalam periduktal. (B) Fase penyembuhan pankreatitis akut melibatkan deposisi kolagen yang berefek pada daerah periduktal. (C) kompresi ekstrinsik duktus oleh kolagen menyebabkan obstruksi kompleks sel asinar. (D) obstruksi yang memburuk menyebabkan atrofi sel asinar, stasis dan efek sekunder pembentukan batu.6
Konsep-konsep baru pada fibrogenesis pankreatik berupa hipotesis “primary duct” dan “Sentinel Acute Pankreatitis Event”
Primary duct hypothesis
Cavallini dan kawan-kawan mengajukan sebuah hipotesis yang didasarkan pada observasi pada pasien pankreatitis kronik nonalkoholik dengan duktus lebar. Faktor patogenik primer menyebabkan kerusakan duktus sebagai suatu immunologic attack dari epithelium duktus, yang menyebabkan inflamasi dan perlukaan pada struktur duktus. Targetnya mungkin adalah beberapa genetik spesifik atau antigen yang dibutuhkan pada epithelium duktus. Pada proses ini, pankreatitis kronik merupakan suatu penyakit autoimun yang menyebabkan kerusakan duktus, yang merupakan analog dari primary sclerosing cholangitis.6,12
Sentinel acute pankreatitis event hypothesis
Sel-sel stellata pankreas profibrotik
Sel-sel penyimpan vitamin A ini, telah lama diketahui berperan pada fibrosis pankreas. Yang terbaru, ditemukan pada pankreas tikus dan manusia dan memiliki peran yang sama dalam fibrosis pankreas. Sel-sel stellata pankreas inaktif berbentuk segitiga, sel-sel berisi lemak predominan berlokasi di region perivaskular. Ketika aktif, sel-sel stellata kehilangan droplet lipid dan berubah bentuk menjadi gambaran bentuk menyerupai fibroblast, bermigrasi ke area periasinar, mengekspresikan protein-protein spesifik, kehilangan droplet lipid sitoplasmik dan memungkinkan sintesis kolagen tipe I, III dan fibronektin. 6,12
Beberapa penelitian terbaru menemukan faktor-faktor spesifik yang mencetuskan transformasi sel-sel stellata menjadi bentuk aktif. Alkohol secara langsung mengaktivasi sel-sel stellata pankreas terisolasi invitro. Penelitian yang sama mendemonstrasikan bahwa stress oksidatif secara independen mengaktivasi sel stellata. 6,12
Sitokin penting dalam fibrogenesis
Telah diketahui bahwa profil sitokin pada penderita pankreatitis kronik berbeda dengan pankreas normal. Sel stellata pankreas disimulasi oleh berbagai sitokin, kebanyakan ( PDGF, TGF β, IL-1, IL-6, TNF α ) muncul selama fase inflamasi pankreatitis akut. Tampaknya pathogenesis fibrosis pankreas meliputi 11:
- Infiltrat sel-sel inflamasi kronik seperti sel mononuclear, makrofag
- Pelepasan sitokin spesifik (terutama TGF-β1) oleh sel-sel inflamasi
- Respon sel stellata pankreas terhadap sitokin,
- Jalur akhir deposisi kolagen yang distimulasi oleh sel stellata
Jalur SAPE
Whitcomb dkk.(2007) mengajukan sekuensi patogenik. Mekanisme ini menyediakan suatu “jalur umum final” untuk berbagai etiologi pankreas. Pentingnya episode pertama pada pankreatitis akut merupakan tanda waspada untuk perkembangan lanjut dari pankreatitis kronik.6
DIAGNOSIS PANKREATITIS KRONIK
3.1. Gambaran klinis
Gambaran klinik pankreatitis kronik dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok klinis yaitu : nyeri abdomen , gagal pankreas (eksokrin dan endokrin) dan komplikasi .2
3.1.1. Nyeri
Pada kebanyakan pasien pankreatitis kronik, nyeri perut merupakan gejala predominan dan salah satu yang paling mempengaruhi kualitas hidup. Pada pankreatitis, ada dua pola nyeri, terus menerus dan intermiten. Pada nyeri intermiten, episode nyeri dipisahkan oleh masa bebas nyeri selama beberapa bulan atau tahun. Klasiknya, nyeri pankreas dirasakan pada epigastrium atau abdomen bagian atas, dengan penetrasi ke punggung atau menjalar ke regio interkostal kiri. Nyeri menghilang saat membungkuk atau tidur melengkung dengan paha menekan abdomen atau lutut dilipat. Intensitas nyeri dapat bervariasi dari ringan hingga berat. 1,3,4
Penyebabnya multifaktorial, dan belum diketahui dengan jelas. Faktor yang berperan termasuk inflamasi pada kelenjar atau mengenai serabut saraf nyeri yang mensuplai pankreas melalui plexus seliak, tekanan yang meningkat dalam sistim duktus pankreatikus atau parenkim kelenjar, dikaitkan dengan komplikasi ekstra pankreas seperti obstruksi duktus bilier atau duodenum, pseudokista pankreas, dan hiperstimulasi pankreas akibat gangguan pada kontrol feedback negative pankreas.4
Mullhaupt et al, (2005 ) melaporkan bahwa 240 (95,6%) dari 251 pasien pankreatitis alkaholik mengalami nyeri yang hilang timbul selama kurang lebih 10 tahun.9
3.1.2. Malabsorbsi
Steatorea akibat insufisiensi eksokrin pankreas tidak hanya terjadi hingga kapasitas sekresi pankreas menurun kurang dari 10% normal. Malabsorbsi tidak hanya akibat sekresi enzim pankreas yang berkurang, penurunan sekresi bikarbonat pada sistem duktus pankreas juga menurunkan pH duodenal yang mempengaruhi pencernaan. Penurunan berat badan terjadi sebagai konsekuensi malabsorbsi, tetapi dapat memburuk dengan kurang makan akibat nyeri atau intake makanan yang tidak adekuat akibat alkoholisme kronik1.
3.1.3. Diabetes melitus
Sel islet pankreas tampaknya lebih jarang rusak dibandingkan sel asinar dan duktus, sehingga diabetes lebih jarang dibandingkan steatore. Diabetes melitus terjadi terutama pada pankreatitis difus. Diabetes sekunder ini ditandai oleh episode hipoglikemi akibat cadangan glukagon yang tidak adekuat dan jarang oleh ketoasidosis13.
Pada beberapa kasus, gambarannya disertai komplikasi struktural yang berakibat pada proses inflamasi pankreatitis kronik, dimana pseudokista dan stenosis caput retropankreatik dari duktus bilier oleh striktur fibrotik pada kaput pankreas sering ditemukan. Komplikasi yang lain berupa obstruksi duodenal, thrombosis vena portal atau splenika disertai varises gaster atau esophagus, pseudo aneurisma arteri, abses pankreas, fistula kutaneus dan ascites pankreas. 1,14
Bhasin DK, et all (2009) melaporkan 95,1% pasien pankreatitis kronik dengan gejala nyeri, 17,1% pasien dengan diabetes dan 46,3% pasien dengan kalsifikasi pankreas 5.
3.2. Pemeriksaan Fisik
Sangat sedikit pemeriksaan fisik untuk mendiagnosis atau spesifik pada pankreatitis kronik. Pasien umumnya tampak bergizi cukup dan nyeri abdomen ringan hingga sedang. Pada pasien alkoholik kronik dengan stadium lanjut, penurunan berat badan dan malnutrisi dapat ditemukan, atau ditemukan tanda-tanda stigmata penyakit hati alkoholik primer. Ikterus dapat ditemukan pada penyakit hati alkoholik atau kompresi duktus biliaris pada caput pankreas. Pembesaran limpa jarang ditemukan, limpa membesar pada pasien dengan trombosis vena splenikus. Eritema pada epigastrium dan punggung dapat ditemukan akibat penggunaan obat topikal untuk mengurangi rasa sakit. 1,4
3.3. Pemeriksaan penunjang
Sejumlah besar pemeriksaan diagnostik untuk evaluasi fungsi dan struktur pankreas dapat dilakukan.
3.3.1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium abnormal dapat ditemukan (1) inflamasi pankreas, (2) insufisiensi eksokrin pankreas, (3) diabetes melitus, (4) obstruksi duktus bilier, (5) atau komplikasi lain seperti pseudokista atau thrombosis vena splenika.2,3,6
- Pemeriksaan darah 1,6
– Serum amylase dan lipase dapat sedikit meningkat atau tidak melebihi 3x batas normal pada pankratitis kronik, nilai yang tinggi ditemukan hanya pada serangan akut pankreatits.Pada stadium lanjut pankreatitis kronik, atrofi parenkim pankreas menyebabkan enzim serum dalam batas normal karena fibrosis pada pankreas yang berdampak pada konsentrasi enzim-enzim ini dalam pankreas.
– Konsentrasi rendah serum tripsin relatif spesifik pada pankreatitis kronik stadium lanjut, tidak cukup sensitif pada pasien derajat ringan hingga sedang.
– Pemeriksaan laboratorium kalsium serum dan trigliserida untuk mengindentifikasi faktor penyebab.
- Pengujian feses
Steatorea, jika dicurigai, dapat dinilai secara kualitatif dengan pewarnaan Sudan . Karena uji kualitatif tidak cukup peka, test perlu dilakukan dengan diet tinggi lemak pada pasien. Steatorea juga bisa dinilai secara kuantitatif dengan menentukan ekskresi lemak tinja dalam 24 jam setelah pasien memperoleh diet lemak 100-g.Tes biasanya dilakukan selama 72 jam, dengan ekskresi lebih dari 7 g lemak per hari dianggap diagnostik untuk malabsorpsi. Pasien dengan steatorea sering mengeluarkan lebih dari 20 g lemak per hari 2,6
Pengukuran elastase tinja telah diketahui cukup membantu dalam mengevaluasi disfungsi eksokrin pankreas (Malabsorpsi), pada beberapa studi menunjukkan bahwa nilai elastase tinja kurang dari 200 mg / g menunjukkan insufisiensi pankreas. Nilai elastase feses yang rendah, sebagaimana juga terlihat pada 25% sampai 30% dari pasien dengan kondisi yang melibatkan usus halus, termasuk penyakit celiac, penyakit Crohn, enteropati protein susu sapi, pertumbuhan bakteri yang berlebihan, enteritis dan pada pasien dengan diabetes melitus, merupakan suatu komplikasi pankreatitis kronik yang umum.6 .
Prevalensi elastase tinja yang rendah telah dilaporkan 46% pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan 30% pada pasien dengan diabetes tipe 2. Sehubungan elastase feses yang rendah juga dapat dilihat dalam berbagai kelainan usus halus lainnya, kondisi ini seharusnya tidak digunakan sebagai satu-satunya dasar diagnostik untuk pankreatitis kronik.2,6 .
- Tes Fungsi Pankreas .
Tes fungsi pankreas (PFTs) dapat membantu dalam mendiagnosis pasien yang mengalami sakit perut berulang tetapi memiliki hasil pencitraan dan laboratorium yang normal. Tes fungsi pankreas bisa dilakukan indirek (yakni, sederhana dan non-invasif) atau direk (yaitu, invasif). Indirek tes mengukur konsekuensi dari insufisiensi pankreas. Tes ini lebih banyak dilakukan dari PFTs direk, yang dilakukan hanya di beberapa pusat khusus. Pada PFTs direk, pankreas dirangsang melalui pemberian makanan atau sekretagog hormon. Tak lama kemudian, cairan duodenum dikumpulkan dan dianalisis untuk mengukur isi sekretori pankreas normal . Masalah utama dengan beberapa tes direk adalah sensitivitas rendah, terutama pada penyakit ringan . Hasil PFTs negatif, tidak boleh mengenyampingkan diagnosis pankreatitis kronik.13
Uji direk minimal invasif fungsi eksokrin pankreas yang lain adalah uji pancreolauryl (PLT), dengan menelan senyawa fluorescein dilaurate, sebuah substrat untuk enzim pankreas kolesterol esterase, waktu sarapan pagi. Fluorescein kemudian diserap dari usus dan dikeluarkan dalam urin.Pemecahan Enzimatik dari hasil substrat menghasilkan pelepasan fluorescein sebanding dengan aktifitas kolesterol esterase. Pengukuran fluorescein dari serum atau dari koleksi urin 24 jam memungkinkan untuk estimasi secara kuantitatif fungsi eksokrin pankreas.Studi telah mencatat bahwa sensitivitas PLT berkisar dari 85% untuk insufisiensi pankreas berat sampai dengan 50% untuk insufisiensi yang ringan13.
Uji bentiromide sama prisipnya dengan PLT, tetapi tidak lagi digunakan karena reagennya telah ditarik dari pasar. Secara umum, manfaat dari tes ini dibatasi oleh hasil negatif mereka pada tahap awal penyakit dan oleh kurangnya ketersediaan di sebagian besar center13. .
Dua hormon digunakan untuk merangsang sekresi pankreas, cholecystokinin (CCK) dan secretin. Tes CCK mengukur kemampuan sel asinar pankreas untuk mengeluarkan enzim pencernaan, sedangkan secretin Tes untuk mengukur kemampuan sel duktus pankreas menghasilkan bikarbonat. Meskipun insufisiensi pankreas tingkat lanjut melibatkan kelainan asinar maupun sekresi duktus, tidak diketahui hormon mana lebih sensitif pada penurunan fungsi pankreas awal13. . Dari semua PFTs tersedia, uji secretin stimulasi mungkin yang paling banyak dipelajari dan dengan demikian merupakan standar acuan untuk PFTs langsung .Ada beberapa versi yang berbeda dari pengujian, tetapi prinsip dasarnya adalah memerlukan pengumpulan terus menerus cairan duodenum selama 1 sampai 2 jam. cairan tersebut kemudian dianalisa konsentrasi bikarbonat , volume, dan total output. Baik agen biologis maupun sintetis babi telah digunakan, namun saat ini telah tersedia secretin sintetis yang berasal dari manusia yang kelihatannya lebih menguntungkan. .
Pada tes ini, sebuah tabung double-lumen dimasukkan melalui hidung pasien dan sampai ke duodenum, atau sampel dikumpulkan secara endoscopi. Dosis uji diberikan untuk menentukan hipersensitif terhadap salah satu komponen dalam formulasi. Setelah uji dosis 0,2 mg secretin sintetis, isi duodenum dikumpulkan sebelum dan sesudah secretin IV sintetik, dengan interval 15 menit selama 1 jam. Konsentrasi bikarbonat kurang dari 80 mEq / L pada 4 Aliquot merupakan insufisiensi eksokrin (malabsorpsi). Sayangnya, uji ini memakan waktu (membutuhkan sekitar 1 jam), tidak menyenangkan untuk pasien, dan tidak cukup sensitif maupun spesifik untuk mengidentifikasi pankreatitis kronik definitif dini; ada nilai yang tumpang tindih antara pasien dengan atautanpa pankreatitis kronik13.
Table 2. Tes Fungsi Pankreas13 .
3.3.2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen
Foto rontgen memperlihatkan kalsifikasi pankreas pada 25 – 59 % pasien yang merupakan patognomonik pada pankreatitis kronik. Kalsifikasi primer muncul pada kalkuli intraduktal baik pada duktus pankreatikus mayor maupun minor.Kalsifikasi ini paling sering ditemukan pada pankreatitis alkohol tetapi juga terlihat pada bentuk herediter dan tropis 2.
Gambar .3. Pankreatitis kronik. Foto polos abdomen memperlihatkan kalsifikasi kasar pada
distribusi pankreas akibat pankreatitis kalsifikasi kronik 2.
b. Pemeriksaan barium
Pada traktus gastrointestinal dapat memberikan informasi yang penting pada penanganan pasien pankreatitis kronik. Keterlibatan esophagus dan obstruksi biasanya disebabkabkan oleh ekstensi mediastinal oleh pseudokista. Pembesaran pankreas dapat menekan gaster. Varises gaster sebagai dampak sekunder thrombosis vena splenika dapat memberikan gambaran yang sama. 6
Gambar 4. Pankreatitis kronik. Pemeriksaan barium pada traktus gastrointestinal bagian atas menunjukkan gambar 3 terbalik pada duodenum. Karsinoma pankreas dapat memberikan gambaran yang sama.6
c. Ultrasonografi
Digunakan sebagai modalitas awal pada pasien dengan gambaran nyeri perut atas, dapat menentukan penyebab pankreatitis kronik ( penyakit hati alkoholik, penyakit kalkuli) dan menilai komplikasi penyakit (mis. pseudokista, ascites, obstruksi vena portal/splenika)6
Gambar 5. Pankreatitis kronik. Sonogram transversal memperlihatkan gambaran echogenik, pembesaran pankreas disertai dengan multipel focus kecil hiperekoik tanpa bayangan pada pancreas.6
- d. CT Scan
CT sangat baik untuk pencitraan retroperitoneum, dan bermanfaat membedakan pankreatitis kronik dengan karsinoma pankreas. Perubahan yang dapat ditampilkan pada CT Scan berupa dilatasi duktus pankreatikus mayor, kalsifikasi, perubahan ukuran, bentuk, dan kontur, pseudokista, dan perubahan pada duktus bilier.CT Scan lebih sensitif dibandingkan foto polos dan ultrasonografi dalam pencitraan kalsifikasi.Tetapi kelemahannya, tidak bisa mendeteksi perubahan awal pankreatitis kronis dan menentukan tingkat kelainan duktus.1,2
Gambar 6. Pankreatitis kronik. Nonenhanced axial CT scan pada pankreas memperlihatkan kalsifikasi granular pankreas.2
- e. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
ERCP merupakan teknik yang sensitif dan spesifik untuk pankreatitis kronik walaupun invasif dan dapat menyebabkan episode akut pankreatitis dan ascending cholangitis.
Gambar 7. Pankreatitis kronik. ERCPgram memperlihatkan duktus bilier berdilatasi berhubungan
dengan striktur pada bagian bawah duktus bilier dan dilatasi duktus pankreas yang berkelok-
kelok. Sebuah stent kemudian diletakkan berseberangan dengan striktur pada duktus bilier.15
Kegunaan terpenting ERCP adalah untuk menilai kelainan stuktur seperti stenosis saluran, batu, dan kista.ERCP hanya digunakan untuk diagnostic karena komplikasi yang di timbulkannya.6,15
f. Magnetic resonance imaging (MRI)
MRI khususnya MR cholangiopancreatography (MRCP), adalah suatu teknik noninvasif. MRCP memberikan karakteristik gambaran kelainan pada duktus pankreatikus dan obstruksi yang disebabkan pankreatitis kronik seperti kolelitiasis, serta mengevaluasi kelainan parenkim.Kelainan duktus pankreatikus pada pankreatitis kronik dengan MRCP berdasarkan pada kriteria Cambridge.16,17
Tabel 3. Kriteria Cambridge 16
Gambar 8 . a–d. MRCP of a pancreatic duct according to the Cambridge classification: stage 2 ductal changes include fewer than three side branches (arrow, a), and stage 3 changes include more than three side branches with preserved main pancreatic duct diameter (arrows, b). The findings of stage 4 include side branch ectasias (thin arrow, c) and a dilated main pancreatic duct (thick arrow, c). Stage 5Cambridge changes manifest as a dilated main pancreatic duct (short arrow, d) with a cyst in the parenchyma (long arrow, d).16
Gambar 9.Pankreatitis kronik. Transaxial T2-weighted MRI scan pada cauda pankreas memperlihatkan duktus pankreatikus dilatasi secara berkelok-kelok.Dikutip dari kepustakaan 16
- g. EUS (Endoskopi Ultrasonografi )
EUS merupakan pemeriksaan pilihan jika pankreatitis kronik di duga tapi tidak terbukti. EUS memiliki peran diagnostik penting karena sangat sensitif dalam mendeteksi perubahan patologi awal pankreatitis kronik. 1,18
Diagnosis EUS CP didasarkan pada morfologi saluran dan parenkim. EUS-dipandu-jarum halus sitologi aspirasi berguna bagi diagnosis pankreatitis kronis dan juga untuk membantu mengeluarkan kanker pankreas, meskipun mungkin sulit untuk mendapatkan sampel yang baik dari kelenjar yang sakit.Yang bisa dinilai dari EUS yaitu fitur parenkim (kelenjar atrofi, fokus hyperechoic, kista terdampar, hyperechoic, Lobu-larity) dan fitur duktal (penyempitan, dilatasi, ketidakteraturan, bate, dilate si sidebranch, dinding hyperechoic) 18,19
.
Gambar 10. Selected EUS morphologic features of chronic pancreatitis. A, Hyperechoic
foci and strands. B, Lobularity. C, Dilated, irregular main pancreatic duct. D,
Hyperechoic duct margin. E, Calcified, shadowing stones.18
Tabel.4. Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan Endoskopi18
Pemeriksaan
|
Sensitivitas (%)
|
Spesifisitas (%)
|
Keterangan
|
Foto polos |
N/A
|
N/A
|
Tidak rutin direkomendasikan. Dapat ditemukan kalsifikasi |
Ultrasonografi |
60-70
|
80-90
|
Dapat menentukan penyebab pancreatitis kronik |
Contras enhanced CT scan |
75-90
|
85
|
Pemeriksaan radiologi awal untuk evaluasi susp pankreatitis kronik; dapat melihat kalsifikasi, pseudokista, thrombosis, pseudoaneurisma, nekrosis dan atrofi |
ERCP |
75-90
|
90
|
Standar referensi ; invasive dan dikaitkan dengan komplikasi; utamanya digunakan untuk diagnosis pankreatitis awal dengan CT dan tes fungsi pankreas normal |
MRCP |
85
|
100
|
Nonivasif dan nonionisasi radiasi atau media kontras, kurang sensitive disbanding ERCP untuk evaluasi cabang duktus; dapat dikombinasi dengan tes sekretin. |
Endoscopy |
USG
97
60
Berguna pada evaluasi pankreatitis kronik awal, massa pankreas, dan leski kistik, dapat dikombinasikan dengan biopsy FNA.
Tabel 5. Penelitian mengenai EUS dibandingkan endoskopi lain18.
PENATALAKSAAN PANKREATITIS KRONIK
Penatalaksaan pankreatitis kronik bertujuan untuk menetapkan diagnosis, mengelola gejala dan komplikasi, secara medis atau non bedah, endoskopi dan bedah.
4.1. Penatalaksanaan Non Bedah
Tujuan dari penatalaksanaan ini adalah mengubah pola hidup yang dapat mengeksaserbasi riwayat alami penyakit, memungkinkan pankreas sembuh sendiri, menentukan penyebab nyeri abdomen dan meringankannya, mendeteksi insufisiensi kelenjar eksokrin pankreas dan mengembalikan fungsi pencernaan dan absorbsi normal, serta mendiagnosis dan menangani insufisiensi endokrin.14,15
4.1.1. Perubahan pola hidup
- Berhenti mengkonsumsi alkohol dan rokok tembakau memiliki arti penting. Pasien yang terus mengkonsumsi alkohol mengalami gangguan fisik dan memiliki resiko kematian tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang berhenti.
- Rokok tembakau merupakan faktor resiko morbiditas dan mortalitas yang kuat dan independen pada pankreatitis kronik alkoholik.1,6
4.1.2 Penanganan nyeri abdomen
Urutan penggunaan analgesik menurut World Health Organization (WHO) dimulai dengan analgesik non opioid, kemudian opioid ringan , sebelum menggunakan opioid yang lebih potent. Pada keadaan yang jarang, neurolisis plexux celiac (alkohol atau fenol) dan blok (bupivacaine dan triamcinolone) dapat diberikan dengan bantuan radiologi (tuntunan CT) atau endoskopi (EUS) , tetapi tingkat responnya relatif rendah dan jangka pendek. Intervensi terbaru untuk mengurangi nyeri difokuskan pada penggunaan octreotide ( untuk mengurangi sekresi pankreas dan cholesistokinin /CCK) atau proglumide dan loxiglumide (antagonis reseptor CCK), penekanan pada pentingnya stimulasi berlanjut CCK pada produksi nyeri pankreatik kronik.6,11,20
Celiac Plexus Blocade (CPB) telah digunakan untuk pengobatan nyeri selama beberapa tahun, yaitu dengan memberikan kortikosteroid dan anestesi lokal.20
LeBlank et all (2009) ,EUS –CPB dengan kortikosteroid cukup bermakna untuk mengurangi nyeri pada pankreatitis kronik, tetapi tidak ada perbedaan yang bermagna pemberian 1 atau 2 injeksi kortikosteroid terhadap lama dan kekambuhan nyeri.21
4.1.3.Kegagalan fungsi endokrin dan eksokrin
- Steatorea
Terapi untuk steatorea diarahkan pada memberikan jumlah enzim eksogen pankreas yang cukup ke dalam lumen usus. Penggunaan yang sesuai mengobati diare dan penurunan berat badan meskipun steatorea biasanya tidak terkoreksi sempurna. . Dosis enzim pankreas yang diberikan harus cukup tinggi untuk mengobati steatorea, tapi kenaikan berat badan yang signifikan jarang tercapai. Penanganan yang efektif biasanya membutuhkan setidaknya 30.000 IU lipase selama periode 4 jam prandial dan postprandial tetapi dosis yang lebih tinggi atau kombinasi dengan pompa proton inhibitor mungkin diperlukan..2,20
Manipulasi diet juga dapat membantu menangani malnutrisi dan malabsorbsi. Diet setidaknya mengandung jumlah sedang lemak (30%), tinggi protein (24%), dan rendah karbohidrat (40%). 6
- Diabetes melitus
Terapi diabetes pada pasien pankreatitis kronik sama dengan penanganan pada pasien diabetes biasa, pemberian insulin juga dibutuhkan, tujuannya untuk mengontrol kehilangan glukosa melalui urin dibandingkan upaya mengontrol gula darah. Kontrol ketat gula darah biasanya diindikasikan pada satu subgroup, pasien dengan hiperlipidemik pankreatitis. Pada kelompok ini, diabetes merupakan penyakit primer dan kontrol ketat gula darah memungkinkan kontrol serum trigliserida.6
4.1.4.Diet makanan
Diet makanan rendah lemak dan tinggi protein dan karbohidrat direkomendasikan, terutama pada pasien dengan steatore. Batasannya tergantung pada keparahan malabsorbsi lemak, umumnya cukup intake 20 gram atau kurang.6
Defisiensi protein dan lemak bermakna tidak terjaadi hingga fungsi pankreas 90% hilang. Steatorea biasanya terjadi sebelum defisiensi protein karena penurunan aktivitas lipolisis lebih proteolisis.1
Rekomendasi spesifik termasuk diet harian 2000-3000 kalori, terdiri dari 1,5 – 2 g/kgBB protein, 5-6 g/kg karbohidrat , dan 20-25% total kalori berupa lemak (kira-kira 50 – 75 gr) perhari.17
Malabsorbsi vitamin larut lemak (A, D, E, dan K) dan vitamin B-12 mungkin terjadi. Suplemen oral enzim-enzim direkemondasikan.20
4.1. Endoskopi
Indikasi terapetik ERCP termasuk penanganan batu, striktur, dan pseudokista. Dekompresi duktus dengan spincterotomy atau pemasangan stent menghilangkan nyeri pada kebanyakan pasien. Drainase endoskopi diindikasikan gejala atau komplikasi; regresi terjadi pada 70 hingga 86 persen pasien. Drainase ERCP pseudokista memberikan tingkat hilang nyeri serupa dengan pembedahan, dengan tingkat mortalitas yang sama atau lebih rendah. Pada pasien dengan batu bermakna , extracorporeal shock wave lithotripsy , dengan atau tanpa drainase endoskopi duktus pankreatikus, telah diajukan sebagai teknik yang aman, metaanalisis terbaru menyimpulkan bahwa teknik ini efektif untuk membersihkan duktus dan menghilangkan nyeri22.
4.2. Pembedahan
Sebagian dari semua pasien mengalami pembedahan dalam perjalanan penyakitnya. Kebanyakan pasien mendapatkan pembedahan ketika penanganan medis dan endoskopi gagal mengurangi nyeri abdomen23.
Tabel 6. Indikasi pembedahan pada pankreatitis kronik23
Indikasi pembedahan pankreatitis kronik
|
Striktur bilier atau pancreas |
Stenosis duodenum
Fistel (peritoneal atau efusi pleura)
PerdarahanNyeri abdomen kronik
Pseudokista
Curiga neoplasma pankreas
Komplikasi vaskuler
Prosedur dekompresi digunakan pada pasien large duct disease. Lateral pancreaticojejunostomy paling umum dilakukan dan memberikan hasil pada 61 hingga 90% cystenterostomy diindikasikan pada pasien dengan gejala, pembesaran, atau komplikasi pseudokista. Memiliki tingkat keberhasilan 90 -100 persen24.
Gambar 11. A. Lateral pancreaticojejunustomy, B. pancreatoduodenectomy (Whipple procedure), C. pylorus – preserving pancreato-duodenectomy, D. Total pancreatectomy 23
Karena tingkat mortalitas yang tinggi, drainase perkutaneus dilakukan pada pasien dengan resiko pembedahan tinggi dan yang tidak membaik dengan pendekatan endoskopi. 2
Prosedur reseksi dipertimbangkan pada pasien dengan massa pankreas atau small duct disease. Prosedur reseksi termasuk pancreatoduodenectomy (prosedur Whipple) ,pylorus-preserving, dan pancreatectomy total atau distal.24
Tabel 7. Pilihan penanganan pada pankreatitis kronik2
Jenis penatalaksanaan
|
Pilihan
|
Medical |
Analgesik (pendekatan bertingkat) |
Antidepresan
Menghentikan konsumsi alkohol dan tembakau
Denervasi (blok nervus seliak, transthoracic splanchnicectomy
Insulin (untuk diabetes)
Diet rendah lemak dan makanan kecil
Enzim pankreas dengan proton pump inhibitor atau histamine H2 blocker.
Terapi steroid (pada autoimun pankreatitis)
Supplemen pankreas (A,D,E, K,dan B12)EndoskopiESWL dengan atau tanpa endoskopi
Pancreatic sphincterotomy dan pemasangan stent untuk mengurangi nyeri
Drainase transampula atau transgaster pseudokistaPembedahan
Dekompresi
ReseksiCystenterostomy
Lateral pancreaticojejunostomy
Sphincterotomy atau sphincteroplasty
Pankreatektomi distal atau total
Pancreatoduodenektomi (Whipple procedure, pylorus preserving, duodenum preserving)
Tabel 8.Penelitian teknik reseksi Pankreatitis kronik23.