PENGASONG NAIK HAJI


Saya paling tidak senang menonton sinetron, karena menurut saya sinetron sinetron yang ada di TV kita banyak yang tidak mendidik.

Pada awal munculnya sinetron Tukang Bubur Naik Haji, saya cukup antusias mengikutinya, tetapi setelah beberapa episode terlihat semakin bertele tele dan berlama lama, saya tidak pernah lagi mengikuti Sinetron ini.

Kenapa saya sampai tertarik dengan Sinetron Tukang Bubur Naik Haji? Karena menurut saya kalau dilihat dari judulnya sinetron ini akan mampu memberikan motivasi buat Umat Islam dalam kewajiban untuk menjalankan kewajiban berhaji ke Mekkah. Bahwa kalau ada kemauan dan niat yang kuat, apapun profesi insyAllah jalan akan dimudahkan.

image

Saya punya pengalaman sewaktu Haji 2010. Maktab kami di Syisah lebih kurang 8 km dari Masjidil Haram, cukup jauh. Untuk ke Masjidil Haram perlu dua kali naik Bus dan itupun berebutan. Ahamdulillah Busnya gratis, kalau tidak kebagian Bus kita masih bisa naik omprengan dan bayar 2 rial sekali jalan.

Karena itu untuk menghemat tenaga agar jangan kelelahan, kami (saya dan istri) berangkat ke Masjidil Haram sebelum Sholat Zuhur dan kembali ke penginapan setelah Sholat Isya jam 9 malam waktu setempat. Jam 11 malam tidur untuk bangun kembali jam 4 subuh siap siap ke Masjidil Haram.

Waktu antara Jam 9 malam sampai jam 11 malam ini lah yang kadang kadang dipergunakan untuk berinteraksi, bercerita dan bertegur sapa dengan jamaah lain satu kloter atau jamaah jamaah daerah lain yang penginapannya berdekatan.

Kembali kepada kemauan yang kuat dan niat untuk berhaji, saya jadi teringat dengan salah seorang teman ngobrol saya waktu haji 2010. Suatu malam sepulang dari Masjidil Haram saya mampir di pelataran Hotel yang menyediakan meja meja serta kursi buat duduk duduk. Disebuah meja saya lihat seorang mbah mbah yang duduk sendirian dengan segelas teh, saya hampiri mejanya, menarik kursi disebelah si Mbah.

“Assalamualaikum, selamat malam mbah, boleh saya duduk disini mbah”
“Silahkan nak, nggak ada orang kok..silahkan”

Akhirnya kami terlibat obrolan Panjang lebar kesana kemari tentang diri beliau dan tentang ibadah Haji.
Satu hal yang saya ingat cerita tentang Mbah Wito ( begitu namanya kalau tidak salah) adalah keinginan kuat beliau untuk naik Haji.

Mbah Wito adalah orang Jawa yang merantau ke Bali, sudah berada di Bali selama 40 tahun dengan pekerjaan Tukang Asongan.

Karena keinginan kuatnya untuk naik Haji Mbah Wito menabung untuk naik Haji. Serupiah demi serupiah dikumpulkannya, kemudian dikumpulkannya dibelikan emas, persiapan untuk Ongkos naik Haji.

Alhamdulillah tahun 2010, setelah menabung selama 35 tahun beliau bisa berangkat Naik Haji…..masyAllah.

Kalau dihitung hitung, dengan 35 Juta ONH pada waktu itu, berarti selama 35 Tahun rata rata beliau menabung 1 Juta rupiah setiap tahunnya, atau sekitar 83.500 rupiah setiap bulannya atau sekitar 2800 rupiah setiap harinya. Ternyata kecil sekali ya…..sehingga tukang asongan pun kalau punya niat dan keunginan kuat bisa dan mampu berangkat berangkat haji…..masyAllah.

Mumpung belum semua tukang bubur dan tukang asongan naik Haji, mari kita ambil Kalkulator, kita Hitung berapa kemampuan kita, berapa lama kita mengumpulkan uang, dan berapa besarnya kita sisihkan setiap hari, sehingga kita bisa berangkat Naik Haji suatu saat. semoga tercapai…..

Aamiin ya Rabbal ‘Aalamiin…

Jambi 11 Zulhijah
Mohon Maaf Lahir Batin
Selamat sore menjelang Magrib