𝗡𝗔𝗡 𝗧𝗔𝗕𝗔𝗢 𝗗𝗘𝗞 𝗔𝗡𝗚𝗢𝗞


Tak ada yang bisa memungkiri bahwa orang Minang ( tentu tidak semua ) dari dulu diberi semacam predikat “pandai bersilat lidah”. Ini dibuktikan dengan banyaknya orang Minang menjadi tokoh tokoh pergerakan kebangsaan yang berjuang melalui kata katanya, tulisannya, menjadi juru runding, memimpin organisasi, menjadi jurnalis…pokoknya yang berhubungan dengan kata kata dan mengolah kata kata. Sampai sekarangpun masih banyak menurut pengamatan saya.

Memang begitulah keahlian alamiah orang minang sepanjang yang saya amati. Kenapa bisa begitu??. Karena banyak kearifan kearifan lokal yang hidup dalam masyarakat Minangkabau yang bermanifestasi dalam bentuk adagium adagium atau petatah petitih adat, yang menghendaki orang Minangkabau menjadi orang yang pandai memanfaatkan kata katanya, tetapi dengan menjaga norma norma dalam berbahasa.

Untuk dapat berkata kata dengan baik dan benar tentu harus mempunyai cukup ilmu dalam bidang yang akan dibicarakannya jangan sampai pengetahuan tidak cukup berfikir sebelum bicarapun tidak..”bapikia kapalang aka, baulemu kapalang paham”
Karena ilmu yang kurang, “raso pareso” tidak ada, pembicaraan yang keluar terkesan angkuh dan tidak memikirkan dampak atas kata kata yang dikeluarkan…” baguno lidah tak batulang, kato gadang timbangan kurang”.

Dalam percakapan sehari hari kata kata yang dikeluarkan tanpa memikirkan dampaknya akan di cimooh oleh orang Minang…” Paja tu mangecek a nan tabaok dek angok se mah” ( dia berbicara apa yang keluar bersama nafasnya saja ). Artinya kata yang keluar dari mulutnya, keluar tanpa dipikirkan, seperti bernafas, kan tak perlu mikir sama sekali☺.

Nah….sekarang kawan kawan saya, kalau mau bicara mikir dulu ya….jangan bicara “A NAN TABAOK DEK ANGOK” saja…

Selamat Sore
Ed Zuhdi Darma
Yang harus masih banyak belajar menjaga kata.

MENDENGAR


MENDENGAR

Dua hari yang lalu saya pergi ke bengkel, karena mobil saya sudah harus servis rutin berkala. Kebetulan di era Corona ini dokter mendapat previllege gratis servis mobil dan ganti oli mesin, lumayankan…terimaksih Corona…eh salah, terimakasih Honda.

Sewaktu menunggu mobil di service, di sebelah saya duduk, maksudnya disebelah kursi yang pakai tanda silang disebelah kursi saya ( Phisical dystancing Coy ) duduk seorang bapak dengan istrinya yang dibatasi oleh kursi bertanda silang pula.

Mulai saya masuk si bapak dan ibu tadi sudah lihat lihat saya, dan saya juga lihat lihat mereka, tapi tak bertegur sapa, karena merasa tak saling kenal. Apalagi masing masing muka ditutupi oleh masker. Bapak ini malah pakai masker yang menutupi hampir sluruh bagian bawah mukanya. Kami duduk ditempat masing masing sambil ngulik ngulik HP.

Setelah beberapa saat menunggu saya bertanya kepada petugas, ” Mas , mobil saya sudah selesai belum ya”. ” Sebentar pak saya lihat dulu” jawab petugas.

Ketika saya berbalik, mau duduk kembali dikursi tunggu, bapak yang disebalah saya tadi langsung menyapa…”Pak Dokter, service juga ya, nggak ke Rumah Sakit pak?”. Suaranya suara yang akrab ditelinga saya yang selalu terngiang ngiang…….nah ini, terngiang ngiang diruang praktek. Suara ini suara pasien saya 😊. “Saya mengenal bapak karena suara pak dokter tadi ngomong dengan petugas” katanya. ” Saya juga pak, langsung konek dengan suara bapak setelah bapak menegur saya” balas saya.

Akhirnya kami terlibat percakapan kehulu kehilir tentang banyak hal, tentang Corona, tentang pemerintah, tentang perangai masyarakat yang mulai cuek menghadapi Corona, sehingga tak terasa pekerjaan menunggu yang biasanya membosankan jadi berlalu tanpa terasa.

Ternyata kebiasaan mendengar dengan baik, sampai ke intonasi orang bicara punya manfaat banyak, termasuk pada era Corona ini. Suara ternyata lebih sensitif dan tertinggal lebih lama didalam memori disamping penglihatan. Bahkan konon kabarnya ( saya tidak tahu pasti, mohon pencerahan oleh yg tahu ) indera yang terakhir berhenti berfungsi pada seseorang dalam fase terminal akhir kehidupannya adalah pendengaran?.

Semoga kita semakin banyak mendengar, disamping melihat. Jangan terus terusan kita harus didengar, hilangkan egoisme pribadi dan perasaan berkuasa sehingga kita lupa mendengar orang lain.

Semoga..
Ed Zuhdi Darma
Masih belajar dan berusaha menjadi oendengar yang baik.

CHE SARA, TASARAH, WHAT EVER WILL BE, WILL BE LAH


Ah…..Corona hanyalah virus yang sangat mudah membunuhnya. Detergen jenis apa saja akan dapat membunuhnya, juga alkohol…Deterjen dan alkohol tak terlalu susah mencarinya kan?

Ah…..Corona tidak terlalu berbahaya. Angka kematian akibat terinfeksi pun secara global hanya 6 persen.

Ah……Corona jangan terlalu ditakutilah, banyak penyakit lain yang lebih berbahaya di banding corona.

Ah…..Corona tak akan menimbulkan sakit pada seseorang kalau imunitasnya bagus. Rajin rajinlah konsumsi makanan yang sehat, sayur2an seperti tauge dan brokoli, jamu jamuan, agar imun tubuh meningkat.

Ah…..Jangan terlalu cemaslah, si Coro tidak seseram yang dibayangkan, enjoy saja, tenang dan hadapi dengan berserah diri kepada Allah.

Serius kawan kawan, itulah hal hal yang saya sampaikan dipraktek, karena saat ini pasien yang datang berobat adalah pasien yang penuh kecemasan, penuh ketakutan, khawatir akan tertular si Coro. Mereka sudah stay at home, sudah rajin cuci tangan, kalau terpaksa keluar rumah sampai dirumah langsung mandi, tapi masih tetap khawatir 😔. Saya sampaikan hal itu kepada orang yang secara psikologis “sakit”. Berharap dengan menyampaikan hal seperti ini kekhawatiran mereka yang berlebihan berkurang.

Saya sebagai orang kesehatan juga menanamkan hal hal seperti diatas dalam hati, karena saya khawatir, disaat orang dirumah saya tetap harus berhadapan dengan orang yang sakit. Point..ah…..ah….ah…ah diatas adalah buat menenangkan hati saya, usaha saya buat berdamai dengan kondisi ini, cara saya untuk mengalihkan kekhawatiran tertular, cara saya tetap bersemangat buat praktek menghadapi orang orang sakit dan cara saya buat membuktikan bahwa saya tak takut dengan si Coro ini.

Tapi………..Bambaaaaaaaannnng
Cara ini tak cocok buat masyarakat santuy +62 ini. Tak cocok buat masyarakat “Tenang” seperti yang saya tulis sebelumnya Bambaaaaangg 😡, yaitu masyarakat yang tenang tenang saja ngumpul di jalan jalan beramai ramai keluar naik motor, berboncengan, tanpa masker.

Para pembeli takjil yang tenang saja bergerombol ditempat penjual takjil yang juga tenang tenang saja.

Anak anak muda tenang tenang saja ngupi ngupi di kafe dengan ketawa cekakakan tanpa beban apa apa, nggak sadar kalau butiran liurnya diumbar kemana mana.

Orang orang dipasar yang tenang saja belanja kebutuhan harian desak desakan, tanpa masker, tenang tanpa kecemasan.

Tipikal alay, penggemar McD yang tenang tanpa takut sedikitpun ngumpul rame rame menyalakan lilinn berduka atas wafatnya McD Sarinah.

Orang orang yang tenang tenang saja memimpin ibadah walaupun sudah terpapar corona…….dan orang orang yang tenang tenang lainnya Bambanggggggg 😡
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10214062261345361&id=1676709874.

Orang orang seperti mereka tetap harus dipapari “rasa takut”, karena dari rasa takut ada sebuah ekspektasi akan adanya antisipasi dari bahaya yang mungkin muncul, dengan adanya rasa takut mereka tentu akan lebih waspada, kecuali mereka memang sudah kehilangan area Amiygdala otaknya😡 .

Rasa takut diberikan kepada mereka dengan mensosialisasikan secara masif resiko resiko tindakan tindakan konyol mereka, resiko terhadap diri mereka, resiko kepada keluarga, resiko kepada masyarakat. Apakah cukup dengan itu saja??. tentu tidak, sosialisasi masif harus diiringi dengan pemberian sanksi yang tegas, seragam, tanpa pandang bulu, oleh penguasa yang memang mempunyai wewenang untuk itu. Kalau itu tidak dilakukan maka bersiap siaplah si Corona akan ber merajalela di bumi Indonesia.

Kalau itu yang terjadi, mau apa lagi….kami cuma bersikap…., seperti kata The Beatles “Let it be” Let it be lah…..atau kata Jose Felliciano “Che sarà, che sarà, che sarà Che sarà della mia vita, chi lo sa? yang di adaptasi Syamsi Hasan “Tasarah, tasarah….tasaraaaaaaaaaaah, tasaralah kini apo nan kata jadi”….wak acuahnje nyeh, wak cuek je nyeh kato Upiak Isil.

Grrrhh Cuka Cuka Lodeh